1.
Al-Quran adalah firman atau wahyu yang berasal dari
Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW dengan perantara melalui malaikat jibril
sebagai pedoman serta petunjuk seluruh umat manusia semua masa, bangsa dan
lokasi. Alquran adalah kitab Allah SWT yang terakhir setelah kitab taurat,
zabur dan injil yang diturunkan melalui para rasul. Allah SWT menurunkan
Al-Qur'an dengan perantaraan malaikat jibril sebagai pengentar wahyu yang
disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW di gua hiro pada tanggal 17 ramadhan
ketika Nabi Muhammad berusia / berumur 41 tahun yaitu surat al alaq ayat 1
sampai ayat 5. Sedangkan terakhir alqu'an turun yakni pada tanggal 9 zulhijjah
tahun 10 hijriah yakni surah almaidah ayat 3. Alquran turun tidak secara
sekaligus, namun sedikit demi sedikit baik beberapa ayat, langsung satu surat,
potongan ayat, dan sebagainya. Turunnya ayat dan surat disesuaikan dengan
kejadian yang ada atau sesuai dengan keperluan. Selain itu dengan turun sedikit
demi sedikit, Nabi Muhammad SAW akan lebih mudah menghafal serta meneguhkan
hati orang yang menerimanya. Lama al-quran diturunkan ke bumi adalah kurang
lebih sekitar 22 tahun 2 bulan dan 22 hari.
a.
Pokok Ajaran Dalam Isi Kandungan AlQuran
1.
Tauhid: Keimanan terhadap Allah SWT
2.
Ibadah: Pengabdian terhadap Allah SWT
3.
Akhlak: Sikap & perilaku terhadap Allah SWT, sesama
manusia dan makhluk lain
4.
Hukum: Mengatur manusia
5.
Hubungan Masyarakat: Mengatur tata cara kehidupan
manusia
6.
Janji Dan Ancaman: Reward dan punishment bagi manusia
7.
Sejarah: Teladan dari kejadian di masa lampau
b.
Keistimewaan Dan Keutamaan Al-Quran Dibandingkan Dengan
Kitab Lain
1.
Memberi petunjuk lengkap disertai hukumnya untuk
kesejahteraan manusia segala zaman, tempat dan bangsa.
2.
Susunan ayat yang mengagumkan dan mempengarihi jiwa
pendengarnya.
3.
Dapat digunakan sebagai dasar pedoman kehidupan
manusia.
4.
Menghilangkan ketidakbebasan berfikir yang melemahkan
daya upaya dan kreatifitas manusia (memutus rantai taqlid).
5.
Memberi penjelasan ilmu pengetahuan untuk merangsang
perkembangannya.
6.
Memuliakan akal sebagai dasar memahami urusan manusia
dan hukum-hukumnya.
7.
Menghilangkan perbedaan antar manusia dari sisi kelas
dan fisik serta membedakan manusia hanya dasi takwanya kepada Allah SWT.
Kata hadits berasal dari bahasa Arab al-Hadits
yang artinya al jadid (yang baru), lawan dari al Qadim (yang
lama), dan al Khabar, yang berarti kabar atau berita. Secara
terminologis, hadits dirumuskan dalam pengertian yang berbeda-beda, diantaranya
:
1.
Ulama hadits mendefinisikan : Hadits adalah segala
sesuatu yang diberitakan dari Nabi Saw baik berupa sabda, perbuatan, taqrir,
sifat-sifat dan hal ihwal Nabi.
2.
Ulama Ushul Fiqh mendefinisikan : Hadits adalah
segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Saw selain al Quran Karim, baik
berupa perkataan, perbuatan, maupun taqrir Nabi yang bersangkut paut dengan
hukum syara’.
3.
Ulama Fiqh mendefinisikan : Hadits adalah segala
sesuatu yang ditetapkan Nabi Saw yang tidak bersangkut paut dengan
masalah-masalah fardhu atau wajib.
Kalangan
ulama ada yang menyatakan bahwa apa yang dikatakan hadits itu bukan hanya yang
berasal dari Nabi Saw namun yang berasal dari sahabat dan tabi’in juga disebut
hadits. Dengan demikian melahirkan dua macam pengertian hadits yakni pengertian
terbatas, dan pengertian yang luas.
a.
Pengertian hadits yang terbatas adalah : “Sesuatu
yang dinisbahkan kepada Nabi Saw baik berupa perkataan, perbuatan, pernyataan
(taqrir) dan sebagainya”.
b. Adapun
pengertian hadits secara luas sebagaimana dikatakan Muhammad Mahfuzh al-Tarmizi
: “Sesungguhnya hadits itu bukan hanya yang dimarfukan kepada Nabi Muhammad
Saw saja, melainkan dapat pula disebutkan pada apa yang maukuf (dinisbatkan
pada perkataan dan sebagainya dari sahabat), dan pada apa yang maqthu’
(dinisbatkan pada perkataan dan sebagainya dari tabi’in).
Þ
Korelasi antara Al-Quran dan Hadits: Allah SWT menutup risalah samawiyah
dengan risalah islam. Dia mengutus Nabi SAW. Sebagai Rasul yang memberikan
petunjuk, menurunkan Al-qur`an kepadanya yang merupakan mukjizat terbesar dan
hujjah teragung, dan memerintahkan kepadanya untuk menyampaikan dan menjelaskannya.
Al-qur`an
merupakan dasar syariat karena merupakan kalamullah yang mengandung mu`jizat,
yang diturunkan kepada Rasul SAW. Melalui malaikat Jibril mutawatir lafadznya
baik secara global maupun rinci, dianggap ibadah dengan membacanya dan tertulis
di dalam lembaran lembaran.
Dalam hukum
islam, hadits menjadi sumber hukum kedua setelah Al-qur`an . penetapan hadits
sebagai sumber kedua ditunjukan oleh tiga hal, yaitu Al qur`an sendiri,
kesepakatan (ijma`) ulama, dan logika akal sehat (ma`qul). Al
qur`an menunjuk nabi sebagai orang yang harus menjelaskan kepada manusia apa
yang diturunkan Allah, karena itu apa yang disampaikan Nabi harus diikuti,
bahkan perilaku Nabi sebagai rasul harus diteladani kaum muslimin sejak masa
sahabat sampai hari ini telah bersepakat untuk menetapkan hukum berdasarkan
sunnah Nabi, terutama yang berkaitan dengan petunjuk operasional. Keberlakuan
hadits sebagai sumber hukum diperkuat pula dengan kenyataan bahwa Al-qur`an
hanya memberikan garis- garis besar dan petunjuk umum yang memerlukan
penjelasan dan rincian lebih lanjut untuk dapat dilaksanakan dalam kehidupan
manusia. Karena itu, keabsahan hadits sebagai sumber kedua secara logika dapat
diterima.
Al-qur`an
sebagai sumber pokok dan hadits sebagai sumber kedua mengisyaratkan pelaksanaan
dari kenyataan dari keyakinan terhadap Allah dan Rasul-Nya yang tertuang dalam
dua kalimat syahadat. Karena itu menggunakan hadits sebagai sumber ajaran
merupakan suatu keharusan bagi umat islam. Setiap muslim tidak bisa hanya
menggunakan Al-qur`an, tetapi ia juga harus percaya kepada hadits sebagai
sumber kedua ajaran islam.
Alqur`an
dan hadits merupakan rujukan yang pasti dan tetap bagi segala macam
perselisihan yang timbul di kalangan umat islam sehingga tidak melahirkan
pertentangan dan permusuhan. Apabila perselisihan telah dikembalikan kepada
ayat dan hadits, maka walaupun masih terdapat perbedaan dalam penafsirannya,
umat islam seyogyanya menghargai perbedaan tersebut.
2.
Sebelum menjelaskan tentang korelasi
antara iman dan akhlak, saya akan memberikan definisi tentang iman dan akhlak
tersebut.
Secara
etimologi, iman berarti pembenaran hati. Adapun secara terminologi, iman adalah
membenarkan dengan hati, mengikrarkan dengan lisan, dan mengamalkan dengan
anggota badan. Definisi ini adalah pendapat para jumhur. Diantaranya Imam
Syafi’i, beliau meriwayatkan ijma’ para sahabat, tabi’in, dan orang-orang
sesudah mereka dan sezaman dengan beliau atas pengertian tersebut.
“Membenarkan dengan hati” maksudnya
menerima segala apa yang diwahyukan Allah melalui Rasulullah dengan penuh
keyakinan.
“Mengikrarkan dengan lisan”
maksudnya mengucapkan dua kalimat syahadat La ilaha illallah wa anna muhammadan
Rasulullah” (Tidak sesembahan yang haq kecuali Allah dan bahwa Muhammad adalah
utusan Allah).
“Mengamalkan dengan anggota badan”
maksudnya, jika hati telah mengamalkan dalam bentuk keyakinan maka anggota
badan yang akan mengamalkannya dalam bentuk ibadah-ibadah yang sesuai dengan
fungsi mereka masing-masing.
Kaum
salaf menjadikan amal termasuk dalam pengertian keimanan. Jadi tiga pernyataan
diatas merupakan keadaan yang tak terpisahkan. Iman itu harus diyakini dengan
hati, diucapkan dengan lisan, dan diamalkan dengan angggota badan. Iman sendiri
nantinya bisa bertambah dan berkurang seiring dengan bertambah dan berkurangnya
amal sholeh seseorang.
Secara
etimologi Akhlak merupakan bentuk jam’ dari kata khuluq yang berarti budi
pekrti, perangai, tingkah laku atau tabi’at. Secara terminologi Akhlak dapat
diartikan ( beberapa pendapat para ulama’) diantaranya sebagai berikut :
a.
Imam Al-ghozali: “ Akhlak adalah sifat
yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan perbuatan- perbuatan dengan gampang
dan mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan”.
b.
Ibrahim Anis: “Akhlak adlah sifat yang
tertanam dalam jiwa, yang dengannya lahirlah macam- macam perbuatan, baik atau
buruk, tanpa membuthkan pemikiran dan pertimbangan”.
c.
Abdul karim Zaidan: Akhlak adalah nilai
– nilai dan sifat-sifat yang tertanam dalam jiwa, yang dengan sorotan
dantimbangannya seseorang dapat menilai perbuatannya baik atau buruk, untuk
kemudian memilih atau meninggalkannya.
Dari keterangan-keterangan diatas
haruslah Akhlak bersifat konstan, spontan, tidak temporer dan tidak memerlukan
pemikiran dan pertimbangan serta dorongan dari luar. Meskipun dari beberapa
definisi diatas kata akhlak bersifat netral belum menunjukkan kepada yang baik
dan buruk, akan tetapi pada umumnya bila disebut sendirian, tidak dirangkai
dengan sifat tertentu, maka yang dimaksud adalah akhlak yang mulia. Misalnya
apabila ada seseorang yang berlaku kurang sopan kita mengatkannya,” kamu tidak
berakhlak.” Padahal sesungguhnya tidak sopan itu adalah akhlaknya.
Dalam agama islam akhlak mempunyai
kedudukan yang sangat penting dan keistimewaan tersendiri, keistimewaan itu
adalah sebagai berikut:
1.
Rasulullah SAW menempatkan penyempurnaan
akhak yang mulia sebagai misi pokok risalah islam.
2.
Akhlak merupakan salah satu ajaaran
pokok islam.
3.
Akhlak yang baik akan memberatkan
timbangan kebaikan seseorang nanti pada hari kiamat.
4.
Rasulullah SAW menjadikan baik buruk
sebagai ukuran kualitas iman
5.
Islam menjadikan akhlak yang baik
sebagai bukti dan buah dari ibadah kepada Allah SWT
6.
Nabi Muhammmad SAW selalu berdoa agar
Allah membaikkan akhlak beliau
Demikian eratnya hubungan keduanya sampai- sampai Nabi bersabda dalam haditsnya, yang diriwayatkan oleh imam Bukhari bahwa kenikmatan atau manisnya iman akan didapatkan oleh manusia jika ia sanggup menjalankan konsep yang ditawarkan oleh Nabi yaitu :
Demikian eratnya hubungan keduanya sampai- sampai Nabi bersabda dalam haditsnya, yang diriwayatkan oleh imam Bukhari bahwa kenikmatan atau manisnya iman akan didapatkan oleh manusia jika ia sanggup menjalankan konsep yang ditawarkan oleh Nabi yaitu :
·
Allah dan Rasul-Nya leabih dicintai
melebihi yang lain
·
Tidak mencintai seseorang melainkan
karena Allah
·
Dan benci jika kembali kedalam jurang
kekufuran sebagaiman ia benci mendapatkan tempat di neraka.
Iman merupakan sebuah kekuatan yang
sanggup menjaga manusia dari perbuatan-perbuaatan rendah dan nista, juga
merupakan kekuatan yang mendorong manusia kearah perbuatan yang mulia dan
terpuji. Dari titik tolak itulah seruan Allah yang memerintahkan manusia agar
mendambakan kebajikan dan menghindari kejahatan dan menjadikannya tuntutan iman
yang bersemayam di lubuk hati. Rasul juga menjelaskan, iman yang kuat pasti
melahirkan budi pekerti yang kuat pula. Sebaliknya rusaknya budi pekerti pasti
akibat dari lemahnya iman, atau karena hilangnya iman disebabkan oleh terlampau
besarnya perbuatan jahat dan kebodohan seseorang.
Dari ajaran-ajaran tersebut jelaslah
sudah bahwa islam datang untuk membawa manusia dengan langkah-langkah yang
besar, pindah ke alam kehidupan yang cerah dan penuh dengan keutamaan serta
adab kesopanan. Budi pekerti bukanlah seperti barang mewah yang kurang di
perlukan. Ia merupakan tiang kehidupan yang diridhai oleh agama dan membuat
pelakunya dihormati orang.
Dalam menanggulangi masalah kejiwaan
dengan maksud untuk memperbaikinya, Islam memandang hal itu dari dua sudut:
a.
Didalam jiwa manusia sebenarnya terdapat
fitrah yang baik, yaitu selalu menginginkan kebajikan dan akan merasa senang
jika dapat mengerjakannya. Ia tidak menyukai kejahatan dan akan merasa sedih
bila sampai terlibat didalamnya. Ia juga berpendapat, kelestarian eksistensinya
tergantung pada kebenaran, begitu juga keselamatan hidupnya.
b.
Jiwa manusia juga memiliki kecenderungan
liar, ia ingin lari meninggalkan jalan yang benar,merasa puas kalau dapat
melakukan sesuatu yang mendatangkan kemudhorotan dan yang akan menjerumuskannya
kedalam lembah kehinaan.
Jadi, pada dasarnya dalam diri
setiap insan akan mempunyai dua sifat yang saling bertentangan antara yang satu
dengan yang lainnya yaitu, kecenderungan untuk melakukan perbuatan yang terpuji
dan kecenderungan melakukan perbuatan tercela.
3.
Macam-macam pendekatan dalam studi
Islam:
a. Pendekatan Teologis Normatif.
Pendekatan teologis normative dalam
memahami agama secara harfiah dapat diartikan sebagai upaya memahami agama
dengan menggunakan kerangka ilmu ketuhanan yang bertolak dari suatu keyakinan
bahwa wujud empiric dari suatu kegamaan dianggap sebagai yang paling benar
dibandingkan dengan yang lainnya.
Dalam islam sendiri, secara
tradisional, dapat dijumpai teologi mu’tazilah, teologi asy’ariyah, dan
Maturidiyah. Dan sebelumnya terdapat pula teologi yang bernama Khawarij dan
Murji’ah. Menurut pengamatan Sayyed Hosein Nasr, dalam era kotemporer ini ada 4
prototipe pemikiran keagamaan islam, yaitu pemikiran keagamaan fundamentalis,
modernis mesianis, dan tradisionalis. Keempat prototype pemikiran tersebut
sudah barang tentu tidak mudah disatukan dengan begitu saja. Masing-masing
mempunyai keyakinan teologi yang seringkali sulit unutk didamaikan.
Dari pemikiran tersebut, dapat
diketahui bahwa pendekatan teologi dalam pemahaman keagamaan adalah pendekatan
yang menekankan pada bentuk forma atau simbol-simbol keagamaan yang
masing-masing bentuk forma atau simbol-simbol keagamaan tersebut mengklaim
dirinya sebagai yang paling benar sedangkan yang lainnya sebagai salah.
b. Pendekatan Atropologis
Pendekatan
antropologis dalam memahami agama dapat diartikan sebagai salah satu upaya
memahami agama dengan cara melihat wujud praktis keagamaan yang tumbuh dan
berkembang dalam masyarakat. Melalui pendekatan ini agama tampak akrab dan
dekat dengan masalah-masalah yang dihadapi oleh manusia dan berupaya
menjelaskan dan memberikan jawabannya. Antropologi dalam kaitan ini sebagaimana
dikatakan oleh Dawan Rahadjo, lebih mengutamakan pengamatan langsung, bahkan
sifatnya partisipatif.
Melalui
pendekatan antrolpologis sebagaimana tersebut diatas terlihat dengan jelas
hubungan agama dengan berbagai masalah kehidupan manusia, dan dengan itu pula
agama terlihat akrab dan fungsional dengan berbagai fenomena kehidupan manusia.
Pendekatan
antropologis seperti itu sangat di perlukan adanya, sebab banyak berbagai hal
yang dibicarakan agama hanya bisa dijelaskan dengan tuntas melalui pendekatan
antropologis.
c. Pendekatan Sosiologis
Sosiologi adalah ilmu yang
mempelajari hidup bersama masyarakat dan menyelidiki ikatan-ikatan antara
manusia yang menguasai hidupnya itu. Sosiologi mencoba mengerti sifat dan
maksud hidup bersama, cara terbentuk dan tumbuh serta berubahnya
perserikatan-perserikatan hidup itu serta pula kepercayaannya, keyakinan yang
memberi sifat tersendiri kepada cara hidup bersama itu dalam setiap persekutuan
hidup manusia.
Sosiologi dapat digunakan sebagai
salah satu pendekatan dalam memahami agama. Hal demikian dapat dimengerti,
karena banyak bidang kajian agama yang baru dapat dipahami secara proporsial
dan tepat apabila menggunakan jasa bantuan dari ilmu sosiologi. Dalam agama
islam dapat dijumpai peristiwa nabi Yusuf yang dahulu budak lalu akhirnya bisa
jadi penguasa di Mesir. Mengapa dengan melaksanakan tugasnya nabi Musa harus
dibantu oleh Nabi Harun, dan masih banyak lagi contoh yang lain. Beberapa
peristiwa tersebut baru dapat dijawab dan sekaligus dapat ditemukan hikmahnya
dengan bantuan ilmu sosial. Tanpa ilmu sosial peristiwa-peristiwa tersebut
sulit dijelaskan dan sulit pula dipahami maksudnya. Di sinilah letaknya
sosiologi sebagai salah satu alat dalam memahami ajaran agama.
d. Pendekatan Filosofis
Secara harfiah, kata filsafat
berasal dari kata philo yang berarti cinta kepada kebenaran, ilmu dan hikmah.
Selain itu filsafat dapat pula berarti mencari hakikat sesuatu, berusaha
menautkan sebab dan akibat serta berusaha menafsirkan pengalaman-pengalaman
manusia.
Berfikir secara filosofis tersebut
selanjutnya dapat digunakan dalam memahami ajaran agama, dengan maksud agar
hikmah, hakikat atau inti dari ajaran agama dapat dimengerti dan dipahami
secara seksama. Pendekatan filosofis yang demikian itu sebenarnya sudah banyak
dilakukan oleh para ahli. Kita misalnya membaca buku berjudul “Hikmah
Al-Tasyri’ wa Falsafatuhu” yang ditulis oleh Muhammad Al-Jurjawi. Dalam buku
tersebut AL-Jurjawi berupaya mengungkapkan hikmah yang terdapat dibalik
ajaran-ajaran agama Islam.
e. Pendekatan
Historis
Pendekatan kesejarahan ini amat
dibutuhkan dalam memahami agama, karena agama itu sendiri turun dalam situasi
yang konkrit bahkan berkaitan dengan sosial kemasyarakatan.
Melalui pendekatan ini seseorang
diajak untuk memasuki keadaan yang sebenarnya berkenaan dengan penerapan suatu
peristiwa. Dari sini, maka seseorang tidak akan memahami agama keluar dari
konteks historisnya, karena pemahaman demikian itu akan menyesatkan orang-orang
yang memahaminya. Seseorang yang ingin memahami alqur’an secara benar misalnya,
yang bersangkutan harus mempelajari sejarah turunnya al-Qur’an atau
sejarah-sejarah yang mengiringi turunnya al-Quran yang selanjutnya disebut
sebagai ilmu asbabul nuzul yang pada intinya berisi sejarah turunnya ayat al-Quran.
Dengan ilmu Asbabul nuzul ini seseoarang akan dapat mengetahui hikmah yang
terkandung dalam suatu ayat yang berkenaan dengan hukum tertentu dan ditujukan
untuk memelihara syariat dari kekeliruan memahaminya.
f. Pendekatan Kebudayaan
Dalam kamus
umum Bahasa Indonesia, kebudayaan di artikan sebagai hasil kegiaytan dan
penciptaan bathin (akal budi) manusia seperti kepercayaan, kesenian, adat
istiadat; dan berarti pula kegiatan (usaha) batin (akal dan sebagainya) untuk
menciptakan sesuatu termasuk hasul kebudayaan. Dengan demikian, kebudayaan
adalah hasil daya cipta manusia dengan menggunakan dan kmengerahkan segenap
potensi bathin yang dimilikinya.
Kebuadayaan
yang demikian selanjutnya dapat dipergunakan untuk memahami agama yang terdapat
pada tataran empiris atau agama yang tampil dalam bentuk foramal yang
menggejala di amsayarakat. Pengalam agama yang ada di masyarakat tersebut
diproses oleh penganutnya dari sumber agama, yaitu wahyu melalui penalaran.
Kita misalnya membaca kitab fiqih, maka fiqih yang merupakan pelaksana dari
nash al-Qur’an maupun hadits sudah melibatkan unsur penalaran dan kemampuan
unsur manusia. Dengan demikian, agama menjadi kebudayaan atau membumi di
tengah-tengah masyarakat.
g. Pendekatan Psikologis
Psikologi atau ilmu jiwa adalah ilmu
yang mempelajari jiwa seseorang melalui gejala perilaku yang dapat diamatinya.
Menurut Zakiyah Darajat perilaku seseorang yang tampak lahiriyah terjadi karena
dipengaruhi oleh keyakinan yang dianutnya.
Dalam ajaran agama banyak kita
jumpai istilah-istilah yang menggambarkan sikap bathin seseorang. Misalnya
sikap beriman dan bertaqwa kepada Allah Swt., sebagai orang yang shaleh, orang
yang berbuat baik, orang yang shadiq (jujur), dan sebagainya. Semua itu adalah
gejala-gejala kejiwaan yang berkaitan dengan agama.
4.
Sejarah
Islam periode klasik, pertenggahan dan modern.
a. Islam Periode Klasik
Perkembangan
Islam klasik ditandai dengan perluasan wilayah, ketika tinggal di Mekah, Nabi
Muhammad Saw dan para pengikutnya mendapat tekanan dari kalangan Quraisy yang
tidak setuju terhadap ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw. Pada tahun 620
M, Nabi Muhammad Saw membuat persetujuan dengan sejumlah Penduduk Yatsrib yang
terkemuka yang membuat ia dan pengikutnya diterima di kalangan mereka.
Didahului dengan kelompok kecil yang bisa dipercaya, kemudian Nabi Muhammad
berhijrah ke Yatsrib. Setelah itu, Yatsrib disebut Madinah.
Periode klasik
ini dapat pula dibagi dua ke dalam dua masa, masa kemajuan dan masa
disintegrasi. Masa kemajuan islam 650-1000 M. Masa ini masa ekspansi, integrasi
dan keemasan islam. Dalam hal ekspansi, sebelum nabi muhammad wafat di tahun
623 M. Seluruh semenanjung arabia telah tunduk ke bawah kekuasaan islam.
Ekspansi kedaerah-daerah di luar arabia dimulai dizaman khalifah pertama, Abu
bakar Al-Siddik.
b. Islam
Periode Pertengahan
Yang
dimaksud abad pertengahan ialah tahapan sejarah umat Islam yang diawali sejak
tahun-tahun terakhir keruntuhan Daulah Abbasiyah (1250 M) sampai timbulnya
benih-benih kebangkitan atau pembaharuan Islam yang diperkirakan terjadi
sekitar tahun 1800 M. periode pertengahan ini juga terbagi menjadi dua bagian
yaitu masa kemunduran I(1250-1500 M) dan masa tiga kerajaan besar (1500-1800 M).
Peride pertengahan
(1250-1800 M), terdiri lagi atas dua fase, yaitu Fase kemunduran (1250-1500 M),
dan Fase tiga kerajaan besar (1500-1800 M), yang mengalami Zaman kemajuan pada
tahun 1500-1700 M dan zaman kemunduran 1700-1800 M.
·
Fase kemunduran
Zaman
kemunduran umat Islam pada zaman pertengahan diawali dengan kehancuran bagdad
oleh Hulugu khan (cucu jengis Khan). Dari Bagdad, ia meneruskan serangan ke
suria dan mesir, tetapi dia di mesir ia berhasil dipukul oleh baybars, jenderal
Mamluk dan Ain Jalut. Bagdad selanjutnya diperintah oleh dinasti Ilkhan (gelar
bagi Hulagu).
Perpecahan
jgua terjadi diantara para pengikut mazhab fikih. Para ulama pengikut mazhab
disibukkan dengan kegiatan pembelaan dan penguatan mazhab yang dianutnya bahkan
cenderung beranggapan bahwa mazhabnyalah yang paling benar. Hal ini mendorong
semakin turunnya semangat ijtihad dan akhirnya “meninggalkan” ijtihad.
·
Fase
tiga kerajaan besar
Fase
tiga kerajaan besar berlangsung selama 300 tahun yaitu pada tahun 1500-1800 M,
tiga kerajaan besar yang dimaksud ialah kerajaan Utsmani di Turki, kerajaan
Safawi di Persia (1501-1736), dan Kerajaan Mughal di India.
Kemajuan
tiga kerajaan besar ini tidak bertahan lama karena adanya kerusakan internal
dan serangan dari luar. Dan seangan dari luar. Akhirnya, satu demi satu
berjatuhan digantikan oleh kekuatan lain.
Akhirnya
usaha ketiga kerajaan besar ini untuk memajukan umat Islam, tidak berhasil dan
umat Islam memasuki fase kemunduran kedua. Akhirnya, India mulai tahun 1857
dijajah Inggris sampai 1947, dan Mesir dikuasai oleh Napoleon dari Perancis
tahun 1798.
c. Islam
Periode Modern
Pada zaman
modern ini memang muncul dan dimulai di Eropa barat laut, yakni Inggris dan
Prancis. Eropa barat laut, bahkan seluruh eropa, adalah daerah pinggiran. Maka
timbul persepsi bahwa daerah pinggiran tidak semestinya menjadi tempat lahirnya
suatu terobosan sejarah yang begitu dasyat seperti zaman modern ini. Zaman
modern itu tidak muncul dari eropa barat alut, tentu akan muncul dalam waktunya
yang tepat, entah di negeri China ( karena industrialismenya) atau di dunia
islam (karena etos intelektualnya). Dan dari dua kemungkinan itu, dunia islam
memiliki peluang lebih besar, sebab etos intelektual atau keilmuan adalah dasar
dari pengembangan peradaban modern ini.
Agama islam
berkepentingan untuk memacu pembaruan, peningkatan dan pengembangan kehidupan.
Islam berkepentingan mendorong seluruh potensi manusia agar dapat berkreasi,
agar membesar dan meningkat. Islam bukan hanya sebagai ritus-ritus yang
haruskan dilaksanakan, bukan hanya da’wah akhlak, bukan hanya sebagai suatu
sistem pemerintahan, sistem perekonomian atau sistem hubungan internalsional.
Islam merupakan gerakan inopatif dan kreatif. Untuk mewujudkan sebuah kehidupan
yang belum pernah ada sebelumnya dan belum pernah diatur oleh perundang-undang
yan dibuat orang pada zaman sebelum maupun sesudah datangnya islam. Daya
inopasi dan kreasi yang dibawa oleh islam itu ditunjukan kepada setiap hati
atau kalbu, dan kalbu selanjutnya mengejawatahkannya dalam kenyataan.
5. Pengertian
Islamisasi dan Bentuk-bentuk/Langkah-langkah Islamisasi Pengetahuan
a. Pengertian
Islamisasi Pengetahuan
Ketika
pertama kali kita mendengar istilah Islamisasi Pengetahuan, setidaknya ada dua
makna yang dapat kita tangkap. Pertama, pengetahuan itu memiliki agama. Dan
kedua, pengetahuan yang ada selama ini sebagian besar untuk tidak mengatakan
seluruhnya tidak beragama Islam, sehingga perlu diislamkan.
Permasalahan
apakah pengetahuan itu beragama atau tidak memang masih menjadi bahan
perdebatan. Para pendukung westernisasi, misalnya, beranggapan bahwa
pengetahuan itu tidak beragama. Menurut mereka pengetahuan itu satu, darimana
pun sumbernya. Pengetahuan adalah milik semua manusia, tanpa harus
memperhatikan perbedaan agama dan kepercayaan. Hal inilah yang mendorong mereka
untuk mengadopsi segala macam pengetahuan yang berasal dari Barat dan
menerapkannya di Timur.
Satu
hal yang barangkali dapat membantu kita untuk keluar dari polemik di atas
adalah perlunya memisahkan antara pengetahuan di satu sisi, dan asasnya,
tujuannya, hikmahnya dan nilai yang mendasarinya di sisi lain. Apapun bentuk
pengetahuan baik yang berkenaan dengan alam, apalagi yang berhubungan dengan
manusia dalam proses pembentukannya tidak dapat dipisahkan dari hal-hal di
atas. Pengetahuan yang bersumber dari luar Islam, dalam proses pembentukkannya
tidak dapat dipisahkan dari asas, tujuan dan nilai yang tidak islami. Oleh
karena itu, umat Islam tidak dapat mengambilnya begitu saja tanpa melakukan
format ulang agar sesuai dengan kerangka nilai-nilai Islam.
Dari
sini dapat kita pahami bahwa yang dimaksud dengan Islamisasi Pengetahuan adalah
‘kegiatan mengungkap, mengumpulkan dan menyebarkan pengetahuan dari sudut
pandang Islam terhadap alam, kehidupan dan manusia’. Atau, Islamisasi Pengetahuan
dapat dipahami sebagai ‘meletakkan metodologi pengetahuan dari segi tujuan,
muatan, cara pengajaran dan pembelajarannya dalam kerangka pandangan Islam yang
bersandar pada Kitab Allah dan Sunnah Nabi-Nya.
Manusia
adalah ciptaan Allah, demikian juga alam semesta. Oleh karena itu, interaksi
yang dilakukan oleh manusia dengan alam baik dalam bentuk eksplorasi, eksploitasi,
pembelajaran dan seterusnya harus berada dalam kerangka iman yang benar
terhadap Allah.
b. Bentuk-bentuk/Langkah-langkah
Islamisasi Pengetahuan
1. Penguasaan
Disiplin Ilmu Modern; Penguraian Kategoris.
2. Survei
Disiplin Ilmu.
3. Penguasaan
Khasanah Islam, Sebuah antologi.
4. Penguasan
KhasanahIlmiah Islam Tahap Analisa.
5. Penetuan
Relevansi Islam yang Khas Terhadap Disiplin Ilmu.
6. Penilaian
Kritis Terhadap Disiplin Ilmu Modern, Tingkat Perkembangannya di Masa Kini.
7. Penilaian
Kritis Terhadap Khasanah Islam, Tingkat Perkembangannya Dewasa ini.
8. Survey
Permasalahan yang Dihadapi Ummat Islam.
9. Survey
Permasalahan yang Dihadapi Ummat Manusia.
10. Analisa
Kreatif dan Sintesa.
11. Penuangan
Kembali Disiplin Ilmu Modern ke Dalam Kerangka Islam : Buku-Buka Dars Tingkat
Universitas.
12. Penyebarluasan
Ilmu-ilmu yang Telah Diislamisasikan.
manteb nih ney dijadiin maroji'
BalasHapussykron
fuady makassar, Masda :)