Rabu, 18 Januari 2012

Jawaban Final Metodelogi Studi Islam Bunay Hartop

1.   Al-Quran adalah firman atau wahyu yang berasal dari Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW dengan perantara melalui malaikat jibril sebagai pedoman serta petunjuk seluruh umat manusia semua masa, bangsa dan lokasi. Alquran adalah kitab Allah SWT yang terakhir setelah kitab taurat, zabur dan injil yang diturunkan melalui para rasul. Allah SWT menurunkan Al-Qur'an dengan perantaraan malaikat jibril sebagai pengentar wahyu yang disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW di gua hiro pada tanggal 17 ramadhan ketika Nabi Muhammad berusia / berumur 41 tahun yaitu surat al alaq ayat 1 sampai ayat 5. Sedangkan terakhir alqu'an turun yakni pada tanggal 9 zulhijjah tahun 10 hijriah yakni surah almaidah ayat 3. Alquran turun tidak secara sekaligus, namun sedikit demi sedikit baik beberapa ayat, langsung satu surat, potongan ayat, dan sebagainya. Turunnya ayat dan surat disesuaikan dengan kejadian yang ada atau sesuai dengan keperluan. Selain itu dengan turun sedikit demi sedikit, Nabi Muhammad SAW akan lebih mudah menghafal serta meneguhkan hati orang yang menerimanya. Lama al-quran diturunkan ke bumi adalah kurang lebih sekitar 22 tahun 2 bulan dan 22 hari.
a.       Pokok Ajaran Dalam Isi Kandungan AlQuran
1.      Tauhid: Keimanan terhadap Allah SWT
2.      Ibadah: Pengabdian terhadap Allah SWT
3.      Akhlak: Sikap & perilaku terhadap Allah SWT, sesama manusia dan makhluk lain
4.      Hukum: Mengatur manusia
5.      Hubungan Masyarakat: Mengatur tata cara kehidupan manusia
6.      Janji Dan Ancaman: Reward dan punishment bagi manusia
7.      Sejarah: Teladan dari kejadian di masa lampau
b.      Keistimewaan Dan Keutamaan Al-Quran Dibandingkan Dengan Kitab Lain
1.      Memberi petunjuk lengkap disertai hukumnya untuk kesejahteraan manusia segala zaman, tempat dan bangsa.
2.      Susunan ayat yang mengagumkan dan mempengarihi jiwa pendengarnya.
3.      Dapat digunakan sebagai dasar pedoman kehidupan manusia.
4.      Menghilangkan ketidakbebasan berfikir yang melemahkan daya upaya dan kreatifitas manusia (memutus rantai taqlid).
5.      Memberi penjelasan ilmu pengetahuan untuk merangsang perkembangannya.
6.      Memuliakan akal sebagai dasar memahami urusan manusia dan hukum-hukumnya.
7.      Menghilangkan perbedaan antar manusia dari sisi kelas dan fisik serta membedakan manusia hanya dasi takwanya kepada Allah SWT.
      Kata hadits berasal dari bahasa Arab al-Hadits yang artinya al jadid (yang baru), lawan dari al Qadim (yang lama), dan al Khabar, yang berarti kabar atau berita. Secara terminologis, hadits dirumuskan dalam pengertian yang berbeda-beda, diantaranya :
1.      Ulama hadits mendefinisikan : Hadits adalah segala sesuatu yang diberitakan dari Nabi Saw baik berupa sabda, perbuatan, taqrir, sifat-sifat dan hal ihwal Nabi.
2.      Ulama Ushul Fiqh mendefinisikan : Hadits adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Saw selain al Quran Karim, baik berupa perkataan, perbuatan, maupun taqrir Nabi yang bersangkut paut dengan hukum syara’.
3.      Ulama Fiqh mendefinisikan : Hadits adalah segala sesuatu yang ditetapkan Nabi Saw yang tidak bersangkut paut dengan masalah-masalah fardhu atau wajib.
        Kalangan ulama ada yang menyatakan bahwa apa yang dikatakan hadits itu bukan hanya yang berasal dari Nabi Saw namun yang berasal dari sahabat dan tabi’in juga disebut hadits. Dengan demikian melahirkan dua macam pengertian hadits yakni pengertian terbatas, dan pengertian yang luas.
a.       Pengertian hadits yang terbatas adalah : “Sesuatu yang dinisbahkan kepada Nabi Saw baik berupa perkataan, perbuatan, pernyataan (taqrir) dan sebagainya”.
b.      Adapun pengertian hadits secara luas sebagaimana dikatakan Muhammad Mahfuzh al-Tarmizi : “Sesungguhnya hadits itu bukan hanya yang dimarfukan kepada Nabi Muhammad Saw saja, melainkan dapat pula disebutkan pada apa yang maukuf (dinisbatkan pada perkataan dan sebagainya dari sahabat), dan pada apa yang maqthu’ (dinisbatkan pada perkataan dan sebagainya dari tabi’in).
Þ    Korelasi antara Al-Quran dan Hadits: Allah SWT menutup risalah samawiyah dengan risalah islam. Dia mengutus Nabi SAW. Sebagai Rasul yang memberikan petunjuk, menurunkan Al-qur`an kepadanya yang merupakan mukjizat terbesar dan hujjah teragung, dan memerintahkan kepadanya untuk menyampaikan dan menjelaskannya.
            Al-qur`an merupakan dasar syariat karena merupakan kalamullah yang mengandung mu`jizat, yang diturunkan kepada Rasul SAW. Melalui malaikat Jibril mutawatir lafadznya baik secara global maupun rinci, dianggap ibadah dengan membacanya dan tertulis di dalam lembaran lembaran.
            Dalam hukum islam, hadits menjadi sumber hukum kedua setelah Al-qur`an . penetapan hadits sebagai sumber kedua ditunjukan oleh tiga hal, yaitu Al qur`an sendiri, kesepakatan (ijma`) ulama, dan logika akal sehat (ma`qul). Al qur`an menunjuk nabi sebagai orang yang harus menjelaskan kepada manusia apa yang diturunkan Allah, karena itu apa yang disampaikan Nabi harus diikuti, bahkan perilaku Nabi sebagai rasul harus diteladani kaum muslimin sejak masa sahabat sampai hari ini telah bersepakat untuk menetapkan hukum berdasarkan sunnah Nabi, terutama yang berkaitan dengan petunjuk operasional. Keberlakuan hadits sebagai sumber hukum diperkuat pula dengan kenyataan bahwa Al-qur`an hanya memberikan garis- garis besar dan petunjuk umum yang memerlukan penjelasan dan rincian lebih lanjut untuk dapat dilaksanakan dalam kehidupan manusia. Karena itu, keabsahan hadits sebagai sumber kedua secara logika dapat diterima.
            Al-qur`an sebagai sumber pokok dan hadits sebagai sumber kedua mengisyaratkan pelaksanaan dari kenyataan dari keyakinan terhadap Allah dan Rasul-Nya yang tertuang dalam dua kalimat syahadat. Karena itu menggunakan hadits sebagai sumber ajaran merupakan suatu keharusan bagi umat islam. Setiap muslim tidak bisa hanya menggunakan Al-qur`an, tetapi ia juga harus percaya kepada hadits sebagai sumber kedua ajaran islam.
            Alqur`an dan hadits merupakan rujukan yang pasti dan tetap bagi segala macam perselisihan yang timbul di kalangan umat islam sehingga tidak melahirkan pertentangan dan permusuhan. Apabila perselisihan telah dikembalikan kepada ayat dan hadits, maka walaupun masih terdapat perbedaan dalam penafsirannya, umat islam seyogyanya menghargai perbedaan tersebut.

2.      Sebelum menjelaskan tentang korelasi antara iman dan akhlak, saya akan memberikan definisi tentang iman dan akhlak tersebut.
Secara etimologi, iman berarti pembenaran hati. Adapun secara terminologi, iman adalah membenarkan dengan hati, mengikrarkan dengan lisan, dan mengamalkan dengan anggota badan. Definisi ini adalah pendapat para jumhur. Diantaranya Imam Syafi’i, beliau meriwayatkan ijma’ para sahabat, tabi’in, dan orang-orang sesudah mereka dan sezaman dengan beliau atas pengertian tersebut.
“Membenarkan dengan hati” maksudnya menerima segala apa yang diwahyukan Allah melalui Rasulullah dengan penuh keyakinan.
“Mengikrarkan dengan lisan” maksudnya mengucapkan dua kalimat syahadat La ilaha illallah wa anna muhammadan Rasulullah” (Tidak sesembahan yang haq kecuali Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah).
“Mengamalkan dengan anggota badan” maksudnya, jika hati telah mengamalkan dalam bentuk keyakinan maka anggota badan yang akan mengamalkannya dalam bentuk ibadah-ibadah yang sesuai dengan fungsi mereka masing-masing.
Kaum salaf menjadikan amal termasuk dalam pengertian keimanan. Jadi tiga pernyataan diatas merupakan keadaan yang tak terpisahkan. Iman itu harus diyakini dengan hati, diucapkan dengan lisan, dan diamalkan dengan angggota badan. Iman sendiri nantinya bisa bertambah dan berkurang seiring dengan bertambah dan berkurangnya amal sholeh seseorang.
Secara etimologi Akhlak merupakan bentuk jam’ dari kata khuluq yang berarti budi pekrti, perangai, tingkah laku atau tabi’at. Secara terminologi Akhlak dapat diartikan ( beberapa pendapat para ulama’) diantaranya sebagai berikut :
a.       Imam Al-ghozali: “ Akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan perbuatan- perbuatan dengan gampang dan mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan”.
b.       Ibrahim Anis: “Akhlak adlah sifat yang tertanam dalam jiwa, yang dengannya lahirlah macam- macam perbuatan, baik atau buruk, tanpa membuthkan pemikiran dan pertimbangan”.
c.       Abdul karim Zaidan: Akhlak adalah nilai – nilai dan sifat-sifat yang tertanam dalam jiwa, yang dengan sorotan dantimbangannya seseorang dapat menilai perbuatannya baik atau buruk, untuk kemudian memilih atau meninggalkannya.
            Dari keterangan-keterangan diatas haruslah Akhlak bersifat konstan, spontan, tidak temporer dan tidak memerlukan pemikiran dan pertimbangan serta dorongan dari luar. Meskipun dari beberapa definisi diatas kata akhlak bersifat netral belum menunjukkan kepada yang baik dan buruk, akan tetapi pada umumnya bila disebut sendirian, tidak dirangkai dengan sifat tertentu, maka yang dimaksud adalah akhlak yang mulia. Misalnya apabila ada seseorang yang berlaku kurang sopan kita mengatkannya,” kamu tidak berakhlak.” Padahal sesungguhnya tidak sopan itu adalah akhlaknya.
            Dalam agama islam akhlak mempunyai kedudukan yang sangat penting dan keistimewaan tersendiri, keistimewaan itu adalah sebagai berikut:
1.      Rasulullah SAW menempatkan penyempurnaan akhak yang mulia sebagai misi pokok risalah islam.
2.      Akhlak merupakan salah satu ajaaran pokok islam.
3.      Akhlak yang baik akan memberatkan timbangan kebaikan seseorang nanti pada hari kiamat.
4.      Rasulullah SAW menjadikan baik buruk sebagai ukuran kualitas iman
5.      Islam menjadikan akhlak yang baik sebagai bukti dan buah dari ibadah kepada Allah SWT
6.      Nabi Muhammmad SAW selalu berdoa agar Allah membaikkan akhlak beliau
            Demikian eratnya hubungan keduanya sampai- sampai Nabi bersabda dalam haditsnya, yang diriwayatkan oleh imam Bukhari bahwa kenikmatan atau manisnya iman akan didapatkan oleh manusia jika ia sanggup menjalankan konsep yang ditawarkan oleh Nabi yaitu :
·         Allah dan Rasul-Nya leabih dicintai melebihi yang lain
·         Tidak mencintai seseorang melainkan karena Allah
·         Dan benci jika kembali kedalam jurang kekufuran sebagaiman ia benci mendapatkan tempat di neraka.

            Iman merupakan sebuah kekuatan yang sanggup menjaga manusia dari perbuatan-perbuaatan rendah dan nista, juga merupakan kekuatan yang mendorong manusia kearah perbuatan yang mulia dan terpuji. Dari titik tolak itulah seruan Allah yang memerintahkan manusia agar mendambakan kebajikan dan menghindari kejahatan dan menjadikannya tuntutan iman yang bersemayam di lubuk hati. Rasul juga menjelaskan, iman yang kuat pasti melahirkan budi pekerti yang kuat pula. Sebaliknya rusaknya budi pekerti pasti akibat dari lemahnya iman, atau karena hilangnya iman disebabkan oleh terlampau besarnya perbuatan jahat dan kebodohan seseorang.
            Dari ajaran-ajaran tersebut jelaslah sudah bahwa islam datang untuk membawa manusia dengan langkah-langkah yang besar, pindah ke alam kehidupan yang cerah dan penuh dengan keutamaan serta adab kesopanan. Budi pekerti bukanlah seperti barang mewah yang kurang di perlukan. Ia merupakan tiang kehidupan yang diridhai oleh agama dan membuat pelakunya dihormati orang.
            Dalam menanggulangi masalah kejiwaan dengan maksud untuk memperbaikinya, Islam memandang hal itu dari dua sudut:
a.       Didalam jiwa manusia sebenarnya terdapat fitrah yang baik, yaitu selalu menginginkan kebajikan dan akan merasa senang jika dapat mengerjakannya. Ia tidak menyukai kejahatan dan akan merasa sedih bila sampai terlibat didalamnya. Ia juga berpendapat, kelestarian eksistensinya tergantung pada kebenaran, begitu juga keselamatan hidupnya.
b.      Jiwa manusia juga memiliki kecenderungan liar, ia ingin lari meninggalkan jalan yang benar,merasa puas kalau dapat melakukan sesuatu yang mendatangkan kemudhorotan dan yang akan menjerumuskannya kedalam lembah kehinaan.
            Jadi, pada dasarnya dalam diri setiap insan akan mempunyai dua sifat yang saling bertentangan antara yang satu dengan yang lainnya yaitu, kecenderungan untuk melakukan perbuatan yang terpuji dan kecenderungan melakukan perbuatan tercela.

3.      Macam-macam pendekatan dalam studi Islam:
a.       Pendekatan Teologis Normatif.
Pendekatan teologis normative dalam memahami agama secara harfiah dapat diartikan sebagai upaya memahami agama dengan menggunakan kerangka ilmu ketuhanan yang bertolak dari suatu keyakinan bahwa wujud empiric dari suatu kegamaan dianggap sebagai yang paling benar dibandingkan dengan yang lainnya.
Dalam islam sendiri, secara tradisional, dapat dijumpai teologi mu’tazilah, teologi asy’ariyah, dan Maturidiyah. Dan sebelumnya terdapat pula teologi yang bernama Khawarij dan Murji’ah. Menurut pengamatan Sayyed Hosein Nasr, dalam era kotemporer ini ada 4 prototipe pemikiran keagamaan islam, yaitu pemikiran keagamaan fundamentalis, modernis mesianis, dan tradisionalis. Keempat prototype pemikiran tersebut sudah barang tentu tidak mudah disatukan dengan begitu saja. Masing-masing mempunyai keyakinan teologi yang seringkali sulit unutk didamaikan.
Dari pemikiran tersebut, dapat diketahui bahwa pendekatan teologi dalam pemahaman keagamaan adalah pendekatan yang menekankan pada bentuk forma atau simbol-simbol keagamaan yang masing-masing bentuk forma atau simbol-simbol keagamaan tersebut mengklaim dirinya sebagai yang paling benar sedangkan yang lainnya sebagai salah.
b.      Pendekatan Atropologis
            Pendekatan antropologis dalam memahami agama dapat diartikan sebagai salah satu upaya memahami agama dengan cara melihat wujud praktis keagamaan yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. Melalui pendekatan ini agama tampak akrab dan dekat dengan masalah-masalah yang dihadapi oleh manusia dan berupaya menjelaskan dan memberikan jawabannya. Antropologi dalam kaitan ini sebagaimana dikatakan oleh Dawan Rahadjo, lebih mengutamakan pengamatan langsung, bahkan sifatnya partisipatif.
            Melalui pendekatan antrolpologis sebagaimana tersebut diatas terlihat dengan jelas hubungan agama dengan berbagai masalah kehidupan manusia, dan dengan itu pula agama terlihat akrab dan fungsional dengan berbagai fenomena kehidupan manusia.
            Pendekatan antropologis seperti itu sangat di perlukan adanya, sebab banyak berbagai hal yang dibicarakan agama hanya bisa dijelaskan dengan tuntas melalui pendekatan antropologis.
c.       Pendekatan Sosiologis
Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hidup bersama masyarakat dan menyelidiki ikatan-ikatan antara manusia yang menguasai hidupnya itu. Sosiologi mencoba mengerti sifat dan maksud hidup bersama, cara terbentuk dan tumbuh serta berubahnya perserikatan-perserikatan hidup itu serta pula kepercayaannya, keyakinan yang memberi sifat tersendiri kepada cara hidup bersama itu dalam setiap persekutuan hidup manusia.
Sosiologi dapat digunakan sebagai salah satu pendekatan dalam memahami agama. Hal demikian dapat dimengerti, karena banyak bidang kajian agama yang baru dapat dipahami secara proporsial dan tepat apabila menggunakan jasa bantuan dari ilmu sosiologi. Dalam agama islam dapat dijumpai peristiwa nabi Yusuf yang dahulu budak lalu akhirnya bisa jadi penguasa di Mesir. Mengapa dengan melaksanakan tugasnya nabi Musa harus dibantu oleh Nabi Harun, dan masih banyak lagi contoh yang lain. Beberapa peristiwa tersebut baru dapat dijawab dan sekaligus dapat ditemukan hikmahnya dengan bantuan ilmu sosial. Tanpa ilmu sosial peristiwa-peristiwa tersebut sulit dijelaskan dan sulit pula dipahami maksudnya. Di sinilah letaknya sosiologi sebagai salah satu alat dalam memahami ajaran agama.
d.      Pendekatan Filosofis
Secara harfiah, kata filsafat berasal dari kata philo yang berarti cinta kepada kebenaran, ilmu dan hikmah. Selain itu filsafat dapat pula berarti mencari hakikat sesuatu, berusaha menautkan sebab dan akibat serta berusaha menafsirkan pengalaman-pengalaman manusia.
Berfikir secara filosofis tersebut selanjutnya dapat digunakan dalam memahami ajaran agama, dengan maksud agar hikmah, hakikat atau inti dari ajaran agama dapat dimengerti dan dipahami secara seksama. Pendekatan filosofis yang demikian itu sebenarnya sudah banyak dilakukan oleh para ahli. Kita misalnya membaca buku berjudul “Hikmah Al-Tasyri’ wa Falsafatuhu” yang ditulis oleh Muhammad Al-Jurjawi. Dalam buku tersebut AL-Jurjawi berupaya mengungkapkan hikmah yang terdapat dibalik ajaran-ajaran agama Islam.
e.       Pendekatan Historis
Pendekatan kesejarahan ini amat dibutuhkan dalam memahami agama, karena agama itu sendiri turun dalam situasi yang konkrit bahkan berkaitan dengan sosial kemasyarakatan.
Melalui pendekatan ini seseorang diajak untuk memasuki keadaan yang sebenarnya berkenaan dengan penerapan suatu peristiwa. Dari sini, maka seseorang tidak akan memahami agama keluar dari konteks historisnya, karena pemahaman demikian itu akan menyesatkan orang-orang yang memahaminya. Seseorang yang ingin memahami alqur’an secara benar misalnya, yang bersangkutan harus mempelajari sejarah turunnya al-Qur’an atau sejarah-sejarah yang mengiringi turunnya al-Quran yang selanjutnya disebut sebagai ilmu asbabul nuzul yang pada intinya berisi sejarah turunnya ayat al-Quran. Dengan ilmu Asbabul nuzul ini seseoarang akan dapat mengetahui hikmah yang terkandung dalam suatu ayat yang berkenaan dengan hukum tertentu dan ditujukan untuk memelihara syariat dari kekeliruan memahaminya.
f.       Pendekatan Kebudayaan
            Dalam kamus umum Bahasa Indonesia, kebudayaan di artikan sebagai hasil kegiaytan dan penciptaan bathin (akal budi) manusia seperti kepercayaan, kesenian, adat istiadat; dan berarti pula kegiatan (usaha) batin (akal dan sebagainya) untuk menciptakan sesuatu termasuk hasul kebudayaan. Dengan demikian, kebudayaan adalah hasil daya cipta manusia dengan menggunakan dan kmengerahkan segenap potensi bathin yang dimilikinya.
            Kebuadayaan yang demikian selanjutnya dapat dipergunakan untuk memahami agama yang terdapat pada tataran empiris atau agama yang tampil dalam bentuk foramal yang menggejala di amsayarakat. Pengalam agama yang ada di masyarakat tersebut diproses oleh penganutnya dari sumber agama, yaitu wahyu melalui penalaran. Kita misalnya membaca kitab fiqih, maka fiqih yang merupakan pelaksana dari nash al-Qur’an maupun hadits sudah melibatkan unsur penalaran dan kemampuan unsur manusia. Dengan demikian, agama menjadi kebudayaan atau membumi di tengah-tengah masyarakat.
g.      Pendekatan Psikologis
Psikologi atau ilmu jiwa adalah ilmu yang mempelajari jiwa seseorang melalui gejala perilaku yang dapat diamatinya. Menurut Zakiyah Darajat perilaku seseorang yang tampak lahiriyah terjadi karena dipengaruhi oleh keyakinan yang dianutnya.
Dalam ajaran agama banyak kita jumpai istilah-istilah yang menggambarkan sikap bathin seseorang. Misalnya sikap beriman dan bertaqwa kepada Allah Swt., sebagai orang yang shaleh, orang yang berbuat baik, orang yang shadiq (jujur), dan sebagainya. Semua itu adalah gejala-gejala kejiwaan yang berkaitan dengan agama.
4.      Sejarah Islam periode klasik, pertenggahan dan modern.
a.       Islam Periode Klasik
Perkembangan Islam klasik ditandai dengan perluasan wilayah, ketika tinggal di Mekah, Nabi Muhammad Saw dan para pengikutnya mendapat tekanan dari kalangan Quraisy yang tidak setuju terhadap ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw. Pada tahun 620 M, Nabi Muhammad Saw membuat persetujuan dengan sejumlah Penduduk Yatsrib yang terkemuka yang membuat ia dan pengikutnya diterima di kalangan mereka. Didahului dengan kelompok kecil yang bisa dipercaya, kemudian Nabi Muhammad berhijrah ke Yatsrib. Setelah itu, Yatsrib disebut Madinah.
Periode klasik ini dapat pula dibagi dua ke dalam dua masa, masa kemajuan dan masa disintegrasi. Masa kemajuan islam 650-1000 M. Masa ini masa ekspansi, integrasi dan keemasan islam. Dalam hal ekspansi, sebelum nabi muhammad wafat di tahun 623 M. Seluruh semenanjung arabia telah tunduk ke bawah kekuasaan islam. Ekspansi kedaerah-daerah di luar arabia dimulai dizaman khalifah pertama, Abu bakar Al-Siddik.


b.      Islam Periode Pertengahan
Yang dimaksud abad pertengahan ialah tahapan sejarah umat Islam yang diawali sejak tahun-tahun terakhir keruntuhan Daulah Abbasiyah (1250 M) sampai timbulnya benih-benih kebangkitan atau pembaharuan Islam yang diperkirakan terjadi sekitar tahun 1800 M. periode pertengahan ini juga terbagi menjadi dua bagian yaitu masa kemunduran I(1250-1500 M) dan masa tiga kerajaan besar (1500-1800 M).
Peride pertengahan (1250-1800 M), terdiri lagi atas dua fase, yaitu Fase kemunduran (1250-1500 M), dan Fase tiga kerajaan besar (1500-1800 M), yang mengalami Zaman kemajuan pada tahun 1500-1700 M dan zaman kemunduran 1700-1800 M.
·         Fase kemunduran
Zaman kemunduran umat Islam pada zaman pertengahan diawali dengan kehancuran bagdad oleh Hulugu khan (cucu jengis Khan). Dari Bagdad, ia meneruskan serangan ke suria dan mesir, tetapi dia di mesir ia berhasil dipukul oleh baybars, jenderal Mamluk dan Ain Jalut. Bagdad selanjutnya diperintah oleh dinasti Ilkhan (gelar bagi Hulagu).
Perpecahan jgua terjadi diantara para pengikut mazhab fikih. Para ulama pengikut mazhab disibukkan dengan kegiatan pembelaan dan penguatan mazhab yang dianutnya bahkan cenderung beranggapan bahwa mazhabnyalah yang paling benar. Hal ini mendorong semakin turunnya semangat ijtihad dan akhirnya “meninggalkan” ijtihad.
·         Fase tiga kerajaan besar
Fase tiga kerajaan besar berlangsung selama 300 tahun yaitu pada tahun 1500-1800 M, tiga kerajaan besar yang dimaksud ialah kerajaan Utsmani di Turki, kerajaan Safawi di Persia (1501-1736), dan Kerajaan Mughal di India.
Kemajuan tiga kerajaan besar ini tidak bertahan lama karena adanya kerusakan internal dan serangan dari luar. Dan seangan dari luar. Akhirnya, satu demi satu berjatuhan digantikan oleh kekuatan lain.
Akhirnya usaha ketiga kerajaan besar ini untuk memajukan umat Islam, tidak berhasil dan umat Islam memasuki fase kemunduran kedua. Akhirnya, India mulai tahun 1857 dijajah Inggris sampai 1947, dan Mesir dikuasai oleh Napoleon dari Perancis tahun 1798.
c.       Islam Periode Modern
Pada zaman modern ini memang muncul dan dimulai di Eropa barat laut, yakni Inggris dan Prancis. Eropa barat laut, bahkan seluruh eropa, adalah daerah pinggiran. Maka timbul persepsi bahwa daerah pinggiran tidak semestinya menjadi tempat lahirnya suatu terobosan sejarah yang begitu dasyat seperti zaman modern ini. Zaman modern itu tidak muncul dari eropa barat alut, tentu akan muncul dalam waktunya yang tepat, entah di negeri China ( karena industrialismenya) atau di dunia islam (karena etos intelektualnya). Dan dari dua kemungkinan itu, dunia islam memiliki peluang lebih besar, sebab etos intelektual atau keilmuan adalah dasar dari pengembangan peradaban modern ini.
Agama islam berkepentingan untuk memacu pembaruan, peningkatan dan pengembangan kehidupan. Islam berkepentingan mendorong seluruh potensi manusia agar dapat berkreasi, agar membesar dan meningkat. Islam bukan hanya sebagai ritus-ritus yang haruskan dilaksanakan, bukan hanya da’wah akhlak, bukan hanya sebagai suatu sistem pemerintahan, sistem perekonomian atau sistem hubungan internalsional. Islam merupakan gerakan inopatif dan kreatif. Untuk mewujudkan sebuah kehidupan yang belum pernah ada sebelumnya dan belum pernah diatur oleh perundang-undang yan dibuat orang pada zaman sebelum maupun sesudah datangnya islam. Daya inopasi dan kreasi yang dibawa oleh islam itu ditunjukan kepada setiap hati atau kalbu, dan kalbu selanjutnya mengejawatahkannya dalam kenyataan.

5.      Pengertian Islamisasi dan Bentuk-bentuk/Langkah-langkah Islamisasi Pengetahuan
a.       Pengertian Islamisasi Pengetahuan
Ketika pertama kali kita mendengar istilah Islamisasi Pengetahuan, setidaknya ada dua makna yang dapat kita tangkap. Pertama, pengetahuan itu memiliki agama. Dan kedua, pengetahuan yang ada selama ini sebagian besar untuk tidak mengatakan seluruhnya tidak beragama Islam, sehingga perlu diislamkan.
Permasalahan apakah pengetahuan itu beragama atau tidak memang masih menjadi bahan perdebatan. Para pendukung westernisasi, misalnya, beranggapan bahwa pengetahuan itu tidak beragama. Menurut mereka pengetahuan itu satu, darimana pun sumbernya. Pengetahuan adalah milik semua manusia, tanpa harus memperhatikan perbedaan agama dan kepercayaan. Hal inilah yang mendorong mereka untuk mengadopsi segala macam pengetahuan yang berasal dari Barat dan menerapkannya di Timur.
Satu hal yang barangkali dapat membantu kita untuk keluar dari polemik di atas adalah perlunya memisahkan antara pengetahuan di satu sisi, dan asasnya, tujuannya, hikmahnya dan nilai yang mendasarinya di sisi lain. Apapun bentuk pengetahuan baik yang berkenaan dengan alam, apalagi yang berhubungan dengan manusia dalam proses pembentukannya tidak dapat dipisahkan dari hal-hal di atas. Pengetahuan yang bersumber dari luar Islam, dalam proses pembentukkannya tidak dapat dipisahkan dari asas, tujuan dan nilai yang tidak islami. Oleh karena itu, umat Islam tidak dapat mengambilnya begitu saja tanpa melakukan format ulang agar sesuai dengan kerangka nilai-nilai Islam.
Dari sini dapat kita pahami bahwa yang dimaksud dengan Islamisasi Pengetahuan adalah ‘kegiatan mengungkap, mengumpulkan dan menyebarkan pengetahuan dari sudut pandang Islam terhadap alam, kehidupan dan manusia’. Atau, Islamisasi Pengetahuan dapat dipahami sebagai ‘meletakkan metodologi pengetahuan dari segi tujuan, muatan, cara pengajaran dan pembelajarannya dalam kerangka pandangan Islam yang bersandar pada Kitab Allah dan Sunnah Nabi-Nya.
Manusia adalah ciptaan Allah, demikian juga alam semesta. Oleh karena itu, interaksi yang dilakukan oleh manusia dengan alam baik dalam bentuk eksplorasi, eksploitasi, pembelajaran dan seterusnya harus berada dalam kerangka iman yang benar terhadap Allah.
b.      Bentuk-bentuk/Langkah-langkah Islamisasi Pengetahuan
1.      Penguasaan Disiplin Ilmu Modern; Penguraian Kategoris.
2.      Survei Disiplin Ilmu.
3.      Penguasaan Khasanah Islam, Sebuah antologi.
4.      Penguasan KhasanahIlmiah Islam Tahap Analisa.
5.      Penetuan Relevansi Islam yang Khas Terhadap Disiplin Ilmu.
6.      Penilaian Kritis Terhadap Disiplin Ilmu Modern, Tingkat Perkembangannya di Masa Kini.
7.      Penilaian Kritis Terhadap Khasanah Islam, Tingkat Perkembangannya Dewasa ini.
8.      Survey Permasalahan yang Dihadapi Ummat Islam.
9.      Survey Permasalahan yang Dihadapi Ummat Manusia.
10.  Analisa Kreatif dan Sintesa.
11.  Penuangan Kembali Disiplin Ilmu Modern ke Dalam Kerangka Islam : Buku-Buka Dars Tingkat Universitas.
12.  Penyebarluasan Ilmu-ilmu yang Telah Diislamisasikan.

1 komentar:

  1. manteb nih ney dijadiin maroji'
    sykron
    fuady makassar, Masda :)

    BalasHapus