Selasa, 07 Februari 2012

Mendidik Pramuka Siaga


Pramuka Siaga biasanya memiliki sikap peniru dan penurut kepada yahda/ bundanya. Seperti apa yang tertuang dalam Dwi Darmanya.
Ini merupakan pengalaman yang tak terlupakan disaat menyaksikan suatu peristiwa mengharukan.
Adalah seorang Pelatih Senior di saat melatih  Seorang Pramuka Siaga yang menjadi Pemimpin Upacara besar, peringatan Hari Pramuka. Dalam Gladi bersih semua nampak lancar, Siaganya juga melaksanakan tugasnya sesuai yang diintruksikan oleh pelatihnya.
Adalah sedikit instruksi yang nampaknya benar tapi kurang dipahami oleh seorang anak yang berusia pramuka Siaga. Kesalahan kecil yang akhirnya membuat sang pelatih menyalahkan dirinya sendiri akibat kecerobohannya, si Pelatih tertunduk lesu dan matanyapun  berkaca-kaca, , dia meminta maaf kepada sang Pemimpin kecil itu. Kesalahan bukan pada dirimu nak, tapi yahdamu ini, kata si Pelatih.
Bagainama awal mulanya ?
Pada latihan upacara seperti biasanya Pelatih memberikan berbagai instruksi dan latihan, termasuk arahan bahwa setiap laporan pemimpin upacara kepada kepada Pembina Upacara pada  awal dan akhir upacara, harus menirukan apa yang dikatakan Pembina Upacara, yakni contoh apabila Pembina Upacara mengatakan ”Lanjutkan” maka kata itu harus diucapkan/ diulang kembali oleh Pemimpin Upacara dengan kata yang sama ”lanjutkan...! ” laksanakan ” maka di ulang ”laksanakan....! ”. Jadi setiap apa yang diucapkan Pembina upacara harus di ucapkan atau ditirukan lagi.
Intruksi tersebut sudah benar, dalam gladi bersihpun juga lancar. Tetapi diluar dugaan bisa saja terjadi.
Disaat Pemimpin Upacara ( anak Siaga ) laporan di akhir upacara, bahwa upacara telah selesai. Pembina Upacara mengucapkan ” Terima kasih dan kembali ke tempat ” , lalu apa kata yang diucapkan kembali oleh Pemimpin upacara . Sebagai seorang anak siaga yang penurut  pasti melaksanakan sesuai intruksi si Pelatihnya. Nah, si Pemimpin Upacara tentunya mengucapkan kembali yang dikatakan oleh Pembina Upacaranya. ” Terima kasih dan kembali ke tempat... ! ”.
 Dari peristiwa ini banyak yang dapat kita ambil hikmahnya dan dijadikan pelajaran. Namun ada sisi lain yang disoroti selain yang dianggap lebih  penting :
  1. Siaga adalah awal pembentukan watak kepribadian, jiwa peniru dan penurut selalu melekat. Menteladani Perilaku Yahda atau Bundanya. Betapa tidak mudah dan cukup berat sebenarnya tanggung jawab menjadi seorang Pembina Siaga.
  2. Membimbing anak Siaga membutuhkan kesabaran yang tinggi dan penuh kasih sayang, membuka jalan pikiran seorang anak menuju usia remaja yang mulai banyak tantangan dan godaan.
  3. Menampakan sosok di depan yang harus tetap ceria, pandai bercerita, pandai bergaul seperti motto amongnya, ” Ing  ngarsa sung Tulada ”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar