A. Rasional
Manusia merupakan makhluk
ciptaan Allah yang paling sempurna, karena manusia dibekali dengan berbagai
kelebihan dibanding dengan makhluk lain, yaitu nafsu (sifat dasar iblis),
taat/patuh/tunduk (sifat dasar malaikat) dan akal (sifat keistimewaan manusia).
Ketiga hal tersebut membuat manusia memiliki kedudukan yang tinggi di
hadapan-Nya, jika manusia dapat mengatur ketiganya dan dapat memposisikan diri
sebagaimana yang dititahkan oleh sang Rabb.
Dalam Al qur’an surat
Az-Zariyat (51) ayat 56, Allah swt telah berfiman yang artinya kurang lebih
demikian; “Aku (Allah swt) tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar
mereka beribadah kepada-Ku”. Dari tafsir tersebut terlihat jelas bahwa jin dan
manusia diciptakan untuk beribadah kepada Allah swt. Namun, banyak dari
golongan manusia yang tidak dapat melakukan sebagaimana yang diharapkan oleh
sang pencipta (Allah SWT), malah manusia berbuat sebaliknya dan mengingkari apa
yang telah dikaruniakan. Itu karena manusia belum memahami betul hakikat
dirinya diciptakan dan diturunkan dibumi dilihat dari segi agama islam.
Dengan adanya akal, membuat
manusia selalu ingin tahu tentang apapun. Untuk memenuhi rasa ingin tahu itu
manusia menggunakan jalur pendidikan. Melalui pendidikan manusia memperoleh
berbagai ilmu baru dan dapat mengembangkan ilmu tersebut.
Filsafat merupakan cabang
ilmu pengetahuan yang selalu menggunakan pemikiran mendalam, luas, radikal
(sampai keakar-akarnya), dan berpegang pada kebijakansanaan dalam melihat suatu problem. Dengan kata lain, filsafat
selalu mencoba mencari hakikat atau maksud dibalik adanya sesuatu tersebut.
Dalam makalah ini, kami mencoba
membahas sedikit tentang hakekat manusia dilihat dari segi filsafat
(menyeluruh). Sebenarnya untuk apa manusia hidup, bagaiman ia harus hidup, dan
lain-lain. Yang nantinya, dengan melihat hakekat manusia tersebut, apa kaitanya
dengan proses pendidikan.
Mengingat manusia merupakan
makhluk yang istimewa dan tidak akan pernah cukup membahas tentang manusia yang
luas hanya dengan satu makalah, maka kami sangat mengharap saran dan kritikan
yang membangun dari peserta ketika nanti dalam makalah ini terdapat banyak
kesalahan (bauk pernyataan maupun penulisan) atau masih ada yang belum lengkap
(kurang).
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian filsafat?
2. Bagaimana hakekat manusia dilihat dari sudut pandang filsafat?
3. Bagaimana kaitan antara filsafat, pendidikan
dan manusia?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Filsafat
Sebelum lebih jauh membahas
tentang hakekat manusia dalam pandangan filsafat, izinkan kami
sedikit memaparkan tentang pengertian filsafat itu sendiri terlebih
dahulu. Secara etimologis, filsafat berakar dari bahasa Yunani yaitu phillein yang
berarti cinta, dan shopia yang berarti kebijaksanaan. Jadi filsafat
adalah “cinta kebijaksanaan”. Kemudian dari pendekatan etimologis tersebut,
dapat disimpulkan bahwa filsafat berarti pengetahuan mengenai pengetahuan, akar
dari pengetahuan atau pengetahuan yang terdalam.
Secara terminologis, banyak
sekali pendapat-pendapat yang berkenaan dengan pengertian
filsafat. Tidak ada pengertian yang secara pasti, tetapi berikut beberapa
pengertian yang penulis dapat dari beberapa sumber.
Filsafat adalah ilmu
pengetahuan yang amat luas (komprehensif) yang berusaha untuk memahami
persoalan-persoalan yang timbul didalam keseluruhan ruang lingkup pengalaman
manusia.
Filsafat adalah ilmu yang
mempelajari dengan sungguh-sungguh tentang hakekat kebenaran sesuatu.
Filsafat adalah daya upaya
manusia dengan akal budinya untuk memahami, mendalami dan menyelami secara
radikal, dan integral serta sistematik mengenai ketuhanan, alam semesta dan
manusia sehingga dapat menghasilkan pengetahuan tentang bagaimana hakekatnya
yang dapat dicapai akal manusia dan bagaimana sikap manusia seharusnya setelah
mencapai pengetahua tersebut.
1.
Hakekat Manusia dalam Pandangan Filsafat
Hakikat adalah sesuatu yang
mendasar, suatu esensi, yang substansial, yang hakiki yang penting, yang
diutamakan. Dengan kata lain, HAKIKAT adalah SESUATU yang mesti ada pada
SESUATU yang jika SESUATU itu tidak ada maka SESUATU itu pun tidak wujud/ada.
Jadi, HAKIKAT manusia adalah SESUATU yang pasti ADA pada manusia. Upaya
pemahaman hakekat manusia sudah dilakukan sejak dahulu.
Namun, hingga saat ini belum mendapat pernyataan
yang benar-benar tepat dan pas, dikarenakan manusia itu sendiri
yang memang unik, antara manusia satu dengan manusia lain berbeda-beda. Bahkan
orang kembar identik sekalipun, mereka pasti memiliki perbedaaan. Mulai dari
fisik, ideologi, pemahaman, kepentingan dll. Semua itu menyebabkan suatu
pernyataan belum tentu pas untuk di setujui oleh sebagian orang.
Para ahli pikir dan ahli
filsafat memberikan sbuten kepada manusia sesuai dengan kemampuan yang dapat
dilakukan manusia di bumi ini;
a. Manusia adalah Homo Sapiens, artinya
makhluk yang mempunyai budi,
b. Manusia adalah Animal Rational, artinya
binatang yang berpikir,
c. Manusia adalah Homo Laquen, artinya
makhluk yang pandai menciptakan bahasa dan menjelmakan pikiran manusia dan perasaan
dalam kata-kata yang tersusun,
d. Manusia adalah Homo Faber,
artinya makhluk yang terampil. Dia pandai membuat perkakas atau disebut
juga Toolmaking Animalyaitu binatang yang pandai membuat alat,
e. Manusia adalah Zoon Politicon, yaitu
makhluk yang pandai bekerjasama, bergaul dengan orang lain dan mengorganisasi
diri untuk memenuhi kebutuhan hidupnya,
f. Manusia adalah Homo
Economicus, artinya makhluk yang tunduk pada prinsip-prinsip ekonomi
dan bersifat ekonomis,
g. Manusia adalah Homo Religious, yaitu
makhluk yang beragama. Dr. M. J. Langeveld seorang tokoh pendidikan bangsa
Belanda, memandang manusia sebagai Animal Educadum dan Animal
Educable, yaitu manusia adalah makhluk yang harus dididik dan dapat
dididik. Oleh karena itu, unsur rohaniah merupakan syarat mutlak terlaksananya
program-program pendidikan. Ilmu yang mempelajari tentang hakekat manusia
disebut Antropologi Filsafat.
2. Masalah Rohani dan Jasmani
Setidaknya terdapat empat
aliran pemikiran yang berkaitan tentang masalah rohani dan jasmani (sudut
pandang unsur pembentuk manusia) yaitu: Aliran serba zat, aliran serba ruh,
aliran dualisme, dan aliran aksistensialisme.
·
Aliran Serba zat (Faham Materialisme)
Aliran serba zat ini
mengatakan yang sungguh-sunguh ada itu adalah zat atau materi, alam ini adalah
zat atau materi dan manusia adalah unsur dari alam, maka dari itu manusia
adalah zat atau materi. Manusia ialah apa yang nampak sebagai wujudnya, terdiri
atas zat (darah, daging, tulang).
Jadi, aliran ini lebih
berpemahaman bahwa esensi manusia adalah lebih kepada zat atau materinya.
Manusia bergerak menggunakan organ, makan dengan tangan, berjalan dengan kaki,
dan lain-lain. Semua serba zat atau meteri. Berdasar aliran ini, maka dalam
pendidikan manusia harus melalui proses mengalami atau pratek (psikomotor).
·
Aliran Serba Ruh (Idealisme)
Dalam buku lain, aliran ini
diberi nama Aliran Idealisme. Aliran ini berpendapat bahwa segala
hakikat sesuatu yang ada di dunia ini adalah ruh, juga hakekat manusia adalah
ruh.[9] Ruh disini bisa diartikan juga
sebagai jiwa, mental, juga rasio/akal. Karena itu, jasmani atau tubuh (materi,
zat) merupakan alat jiwa untuk melaksanakan tujuan, keinginan dan dorongan jiwa
(rohani, spirit, ratio) manusia.
Jadi, aliran ini beranggapan
bahwa yang menggerakkan tubuh itu adalah ruh atau jiwa. Tanpa ruh atau jiwa
maka jasmani, raga atau fisik manusia akan mati, sia-sia dan tidak berdaya sama
sekali. Dalam pendidikan, maka tidak hanya aspek pengalaman saja yang
diutamakan, faktor dalam seperti potensi bawaan (intelegensi, rasio, kemauan
dan perasaan) memerlukan perhatian juga.
·
Aliran Dualisme
Aliran ini menganggap bahwa
manusia itu pada hakekatnya terdiri dari dua substansi, yaitu jasmani dan
rohani. Aliran ini melihat realita semesta sebagai sintesa kedua kategori
animate dan inanimate, makhluk hidup dan benda mati. Demikian pula manusia
merupakan kesatuan rohani dan jasmani, jiwa dan raga.
Misalnya ada persoalan:
dimana letaknya mind (jiwa, rasio) dalam pribadi manusia. Mungkin jawaban umum
akan menyatakan bahwa ratio itu terletak pada otak. Akan tetapi akan
timbul problem, bagaiman mungkin suatu immaterial entity (sesuatu yang
non-meterial) yang tiada membutuhkan ruang, dapat ditempatkan pada suatu materi
(tubuh jasmani) yang berada pada ruang wadah tertentu.
Jadi, aliran ini meyakini
bahwa sesungguhnya manusia tidak dapat dipisahkan antara zat/raga dan ruh/jiwa.
Karena pada hakekatnya keduanya tidak dapat dipisahkan. Masing-masing memiliki
peranan yang sama-sama sangat vital. Jiwa tanpa ruh ia akan mati, ruh tanpa
jiwa ia tidak dapat berbuat apa-apa. Dalam pendidikan pun, harus memaksimalkan
kedua unsur ini, tidak hanya salah satu saja karena keduanya sangat penting.
·
Aliran Eksistensialisme
Aliran filsafat modern
berpikir tentang hakekat manusia merupakan eksistensi atau perwujudan
sesungguhnya dari manusia. Jadi intinya hakikat manusia itu yaitu apa yang
menguasai manusia secara menyeluruh. Disini manusia dipandang dari serba zat,
serba ruh atau dualisme dari kedua aliran itu, tetapi memandangnya dari segi
eksistensi manusia itu sendiri di dunia.
3. Sudut Pandang Antropologi
dan Metafisika
Dari segi antropologi
terdapat tiga sudut pandang hakekat manusia, yaitu manusia sebagai makhluk
individu, makhluk sosial dan makhluk susila. Berikut penjelasan dari ketiganya1:
·
Manusia Sebagai Makhluk Individu (Individual Being)
Dalam bahasa filsafat
dinyatakan self-existence adalah sumber pengertian manusia akan segala sesuatu.
Self-existence ini mencakup pengertian yang amat luas, terutama meliputi:
kesadaran adanya diri diantara semua relita, self-respect, self-narcisme,
egoisme, martabat kepribadian, perbedaan dan persamaan dengan pribadi lain,
khususnya kesadaran akan potensi-potensi pribadi yang menjadi dasar bagi
self-realisasi. Manusia sabagai individu memiliki hak asasi sebagai kodrat
alami atau sebagi anugrah Tuhan kepadanya. Hak asasi manusia sebagai pribadi
itu terutama hak hidup, hak kemerdekaan dan hak milik.
Disadari atau tidak menusia
sering memperlihatkan dirinya sebagai makhluk individu, seperti ketika mereka
memaksakan kehendaknya (egoisme), memecahkan masalahnya sendiri, percaya diri,
dan lain-lain. Menjadi seorang individu manusia mempunyai ciri khasnya
masing-masing. Antara manusia satu dengan yang lain berbeda-beda, bahkan orang
yang kembar sekalipun, karena tidak ada manusia di dunia ini yang benar-benar
sama persis. Fisik boleh sama, tetapi kepribadian tidak.
Jadi dalam pendidikan
seorang guru sangat perlu memahami hakekat manusia sebagai individu. Itu
kaitanya dengan menghargai perbedaan dalam setiap anak didiknya, agar sang guru
tidak semena-mena dan memaksakan kehendaknya (diskriminasi) kepada peserta
didik. Perbedaan itu bisa berupa fisik, intelejensi, sikap, kepribadian, agama,
dan lain-lain.
·
Manusia Sebagai Makhluk Sosial (Sosial Being)
Telah kita ketahui bersama
bahwa manusia tidak dapat hidup sendirian, manusia membutuhkan manusia lain
agar bisa tetap exsis dalam menjalani kehidupan ini, itu sebabnya manusia juga
dikenal dengan istilah makhluk sosial. Keberadaanya tergantung oleh manusia
lain.
Esensi manusia sebagai
makhluk sosial ialah adanya kesadaran manusia tentang status dan posisi dirinya
dalam kehidupan bersama dan bagaimana tanggung jawab dan kewajibannya di dalam
kebersamaan itu. Adanya kesadaran interdependensi dan saling membutuhkan serta
dorongan-dorongan untuk mengabdi sesamanya adalah asas sosialitas itu.
Kehidupan individu di dalam antar hubungan sosial memang tidak usah kehilangan
identitasnya. Sebab, kehidupan sosial adalah realita sama rielnya dengan
kehidupan individu itu sendiri. Individualitas itu dalam perkembangan
selanjutnya akan mencapai kesadaran sosialitas. Tiap manusia akan sadar akan
kebutuhan hidup bersama segera setelah masa kanak-kanak yang egosentris
berakhir.
Seorang guru dalam kegiatan
pembelajaran perlu menanamkan kerjasama kepada peserta didiknya, agar kesadaran
sosial itu dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Hal tersebut dapat dicapai
dengan penerapan strategi dan metode yang tepat, juga dengan pemberian motivasi
tentang kebersamaan.
·
Manusia Sebagai Makhluk Susila (Moral Being)
Asas pandangan bahwa manusia
sebagai makhluk susila bersumber pada kepercayaan bahwa budi nurani manusia
secara apriori adalah sadar nilai dan pengabdi norma-norma. Kesadaran susila
(sense of morality) tak dapat dipisahkan dengan realitas sosial, sebab, justru
adanya nilai-nilai, efektivitas nilai-nilai, berfungsinya nilai-nilai hanyalah
di dalam kehidupan sosial. Artinya, kesusilaan atau moralitas adalah fungsi
sosial. Asas kesadaran nilai, asas moralitas adalah dasar fundamental yanng
membedakan manusia dari pada hidup makhluk-makhluk alamiah yang lain. Rasio dan
budi nurani menjadi dasar adanya kesadaran moral itu.
Ketiga esensi diatas
merupakan satu kesatuan yang tidak terlepaskan dari diri manusia, tinggal ia
sadar atau tidak. Beberapa individu mempunyai kecenderungan terhadap salah satu
esensi itu. Ada yang cenderung esensi pertama yang lebih menonjol, ada yang
kedua dan ada yang ketiga. Semua tergantung pemahaman dan pendidikan yang
dialami oleh si individu tersebut. Fungsi pendidikan adalah mengembangkan
ketiganya secara seimbang. Agar manusia dapat menempatkan diri sesuai situasi
dan kondisi yang sedang dialami. Sesuatu yang berlebihan atau malah kurang itu
tidak baik, jadi yang terbaik itu adalah seimbang.
Metafika adalah ilmu yang mencoba menjelaskan sesuatu yang dikatakan gaib dengan cara nalar dan rasional keilmuan. Pada manusia metafika berbicara tentang ruh/jiwa manusia. Metafisika: filsafat tentang hakikat yang ada di balik fisika, hakikat yang bersifat transenden, di luar jangkauan pengalaman manusia.
4. Pandangan Freud tentang
Struktur Jiwa (Kepribadian)[18]
Menurut Freud (ahli ilmu
jiwa), struktur jiwa (kepribadian)terbentuk oleh tiga tingkatan atau lapisan,
yaitu bagian dasar (das Es), bagian tengah (das Ich) dan bagian atas (das Uber
ich).
·
Bagian Dasar atau das Es (the Id)
Bagian ini merupakan bagian
paling dasar yaitu berkenaan dengan hasrat-hasrat atau sumber nafsu kehidupan.
Semua tuntutan das Es semata-mata demi kepuasan, tanpa memperhatikan nilai
baik-buruk. das Es ini merupakan prototype dari sifat
individualistis manusia, egoistis, a-sosial bahkan a-moral. Dan ketika manusia
semata-mata mengikuti dorongan das Es yang demikian tadi, maka sesungguhnya
manusia tidak ada bedanya dengan makhluk alamiah lain.
·
Bagian Tengah atau das Ich (aku)
Bagian ini terletak ditengah
antara das Es dan das Uber Ich. Menjadi penengah antara kepentingan das Es dan
tujuan-tujuan das Uber Ich. Das Ich ini bersifat objektif dan realistis,
sehingga pribadi seseorang dapat berjalan dengan seimbang dan harmonis. Sesuai
letaknya, das Ich ini lebih sadar norma dibanding das Es. Kesadaran das Ich
yang bersifat ke-aku-an ini lebih bersifat social, sehingga das Ich dapat
disamakan sebagai aspek social kepribadian manusia.
·
Bagian Atas atau das Uber Ich (superego)
Bagian jiwa yang paling
tinggi, sifatnya paling sadar norma, paling luhur. Bagian ini yang paling lazim
disamakan dengan budi nurani. Setiap motif, cita-cita dan tindakan das Uber Ich
selalu didasarkan pada asas-asas normative. Superego ini selalu menjunjung
tinggi nilai-nilai, baik nilai etika maupun nilai religious. Dengan demikian,
superego adalah bagian jiwa yang palling sadar terhadap makna kebudayaan,
membudaya dalam arti terutama sadar nilai moral, watak superego ialah susila.
5. Pandangan Ilmu Pengetahuan
tentang Asal-Mula dan Tujuan Hidup Manusia
Segala sesuatu yang ada
dalam kehidupan ini pasti mempunyai asal-usul dan tujuan keberadaanya, begitu
juga manusia. Asala mula dan tujuan hidup manusia merupakan merupakan substansi
yanng sulit dijelaskan. Karena akal manusia sangat terbatas untuk mencapai pada
substansi tersebut.
Pikiran manusia tidak pernah
mampu menjelaskan secara terperinci tentang substansi asal-mula tersebut. Mekipun
demikian, pikiran manusia dapat dipastikan mampu secara logis menyimpilkan dan
menilai bahwa hakekat asal mula itu hanya ada satu, bersifat universal, dan
berada di dunia metafisis, karena itu bersifat absolut dan tidak mengalami
perubahan serta sebagai sumber dari segala sumber yang ada.
Ketika manusia menyadari
bahwa asal mula dan tujuan hidup hanya satu, bersifat universal dan berada di
dunia metafisis, maka pernyataan itu merujuk pada keberadaan Tuhan. Dalam agama
islam, manusia meyakini bahwa ia berasal dari Allah SWT dan nantinya akan
kembali kepada-Nya juga.
Akal pikiran manusia dapat
memastikan bahwa kehidupan ini berawal dari causa prima (Tuhan)
dan pada akhirnya kembali kepada causa prima (Tuhan) pula.
Jadi, jika demikian adanya
maka dalam islam setidaknya manusia mempunyai beberapa tujuan. Tujuan manusia
hidup manusia paling sedikit ada empat macam; beribadah, menjadi khalifah Allah
di muka bumi (yang baik dan sukses tentunya), memperoleh kesuksesan (kebaikan,
kebahagiaan dan keberuntungan) di dunia dan di akhirat, dan mendapat ridha Allah.
6. Hubungan Antara Filsafat,
Pendidikan dan Manusia
Dari pemaparan diatas,
ternyata menusia benar-benar merupakan makhluk yang unik. Manusia memiliki
berbagai dimensi dasar, baik secara pribadi, jiwa, kelompok, dan lain-lain.
Semua itu bercampur aduk menjadi potensi dasar atau bawaan manusia, sehingga
disadari atau tidak, manusia telah mengembangkan potensi tersebut, baik secara
maximal atau tidak, dengan baik atau buruk. Semuanyatergantung manusia itu
sendiri dan lingkungan yang mempengaruhinya.
Kaitanya dengan hal
tersebut, dengan akal manusia yang bisa dikatakan jenius, manusia dapat
menemukan jalan untuk mengembangkan potensi-potensi mereka dengan
baik. Yaitu dengan pendidikan. Manusia mulai sadar akan arti penting pendidikan
bagi kehidupan mereka.
Dalam sub bab ini, kami
mencoba mencari keterkaitan antara pendidikan dengan manusia. Atau, apakah arti
penting pemahaman tentang hakekat manusia tadi terhadap proses pendidikan.
Pendidikan adalah usaha
sadar, terencana, sistematis dan berkelanjutan untuk mengembangkan
potensi-potensi bawaan manusia, memberi sifat dan kecakapan, sesuai dengan
tujuan pendidikan.
Pendidikan adalah bagian
dari suatu proses yang diharapkan untuk mencapai suatu tujuan. Bahwa manusia itu
sangat membutuhkan pendidikan. Karena melalui pendidikan manusia dapat
mempunyai kemampuan-kemampuan mengatur dan mengontrol serta menentukan dirinya sendiri. Melalui pendidikan pula
perkembangan kepribadian manusia dapat diarahkan kepada yang lebih baik. Dan
melalui pendidikan kemampuan tingkah laku manusia dapat didekati dan dianalisis
secara murni.
Melihat pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa
hubungan pendidikan dengan manusia itu sangat erat. Adanya pendidikan untuk
mengembangkan potensi manusia, menuju manusia yang lebih baik, dan dapat
mengemban tugas dari Allah swt.
Berbicara tentang
pendidikan, berarti membicarakan tentang hidup dan kehidupan manusia.
Sebaliknya, berbicara tentang kehidupan manusia berarti harus mempersoalkan
masalah kependidikan. Jadi, antara manusia dan pendidikan terjalin
hubungan kausalitas. Karena manusia, pendidikan mutlak ada; dan
karena pendidikan, manusia semakin menjadi diri sendiri sebagai manusia yang
manusiawi.
Manusia merupakan subyek
pendidikan, tetapi juga sekaligus menjadi objek pendidikan itu sendiri.
Pedagogik tanpa ilmu jiwa, sama dengan praktek tanpa teori. Pendidikan tanpa
mengerti manusia, berarti membina sesuatu tanpa mengerti untuk apa, bagaimana,
dan mengapa manusia dididik. Tanpa mengerti atas manusia, baik sifat-sifat
individualitasnya yang unik, maupun potensi-potensi yang justru akan dibina,
pendidikan akan salah arah. Bahkan tanpa pengertian yang baik, pendidikan akan
memperkosa kodrat manusia.[26]
Esensia kepribadian manusia,
yang tersimpul dalam aspek-aspek: individualitas, sosialitas dan moralitas
hanya mungkin menjadi relita (tingkah laku, sikap) melalui pendidikan yang
diarahkan kepada masing-masing esensia itu. Harga diri, kepercayaan pada diri
sendiri (self-respect, self-reliance, self confidence) rasa tanggung jawab, dan
sebagainya juga akan tumbuh dalam kepribadian manusia melalui proses
pendidikan.
Jadi, hubungan antara
filsafat, pendidikan dan manusia secara singkat adalah sebagai berikut;
filsafat digunakan untuk mencari hakekat manusia, sehingga diketahui apa saja
yang ada dalam diri manusia. Hasil kajian dalam filsafat tersebut oleh
pendidikan dikembangkan dan dijadikannya (potensi) nyata berdasarkan esensi
keberadaan manusia. Sehingga dihasilkan manusia yang sejati, yang utuh
sebagaimana diperintahkan oleh Allah SWT.
amazing... antara penyimpulan keduanya sangat akurat, dmn filsafat tdak membentengih fitra segala hal yang terjadi dalam bentuk metafisika.. secara ontologi dan 3 teori kebenaran itu sengat selevan... mantap sal, tpi kasi put note ya,,,,
BalasHapus